Dalam rangka penyelenggaraan acara Open House ITB yang dimulai sejak tanggal 22 s/d 24 Februari 2008 di Auditorium Campus Centre ITB, Kantor Wakil Bidang Kemahasiswaan dan Alumni ITB menggelar acara temu industri kreatif dan diskusi panel.
Acara yang dimulai pada jam 10.00 menghadirkan Pak Iwan sebagai pembicara utama dari Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Indonesia. Dalam pemaparannya Pak Iwan menekankan perlunya pendidikan tinggi sebagai pusat pengembangan keilmuan yang harus memiliki parameter sumberdaya lulusan yang berkualitas dan memiliki kompetensi dibidangnya, memiliki daya saing dilingkungan pekerjaan dan kemampuan manajerial terhadap ilmu yang akan dikembangkan kepada masyarakat dalam hal ini industri kreatif. Untuk bisa mencapai semua itu Pak Iwan memberikan rumusan ABG, yaitu Akademik, Praktisi Bisnis dan Government (pemerintah). Oleh karena itu Pak Iwan menekankan apabila ITB ingin menjadi pusat pengembangan industri kreatif maka harus mampu menjadi perguruan tinggi berbasis kreativitas.
Sementara itu wakil pemerintah dari Direktur Jendral Usaha Kecil Menengah dan Industri Kecil, Pak Fauzi Aziz memaparkan tentang banyaknya hambatan regulasi yang membuat industri kreatif sulit berkembang pada saat ini. Salah satunya adalah tentang belum keluarnya aturan tentang Badan Hukum Perguruan Tinggi sehingga ada kesan pihak akademisi dalam hal ini perguruan tinggi menjadi terhambat dalam hal pengembangan industri kreatif. Karena apabila aturan tentang BHPT tersebut berhasil direalisasikan maka tentu perguruan tinggi akan lebih banyak mempunyai peran yang aktif bagi perkembangan industri kreatif. Dirjen UKM dan Industri Kecil menekankan bahwa strategi pengembangan industri kreatif terletak pada dukungan modal (financial support) dan aturan main/perundang-undangan (basic regulation). Dalam hal ini peraturan pemerintah yang mampu mengakomodir kepentingan perkembangan industri kreatif, SDM yang berkualitas dan pembentukan jaringan (network) yang solid antara pelaku industri kreatif, akademisi dan pemerintah.
Dari dunia akademisi diwakili oleh Prof. Emy Suparkah dari ITB yang memaparkan kontribusi ITB bagi perkembangan industri kreatif. Selama ini ITB telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan industri. ITB selama ini telah banyak menghasilkan lulusan-lulusan yang kompeten dibidang kajian masing-masing. Misalnya dari Fakultas Seni Rupa dan Desain yang telah berperan langsung dalam berbagai kegiatan ekonomi industri kreatif. Lalu dari segi teknologi ITB telah banyak memberikan kontribusi teknologi seperti software dan mesin-mesin industri yang banyak menerapkan teknologi yang aplikatif dan ramah lingkungan. Dari segi manajerial dan pengembangan industri kreatif ITB memberikan kontribusi dengan dibukanya sekolah bisnis sekaligus menjadi inkubator bagi pengembangan UKM dan industri kecil. Disamping itu juga dari segi perlindungan hukum ITB menjadi fasilitator untuk pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) agar produk-produk industri kreatif terhindar dari kooptasi dan klaim dari pihak lain.
Masih dari mewakili akademisi, Pak Setiawan Sabana dari Pusat Penelitian Seni Rupa dan Desain, mengingatkan bahwa semua hasil produk industri kreatif harus memperhatikan aspek lingkungan hidup. Jangan sampai produk industri kreatif justru menjadi sesuatu yang “merusak” ekologi. Sebagai contoh papan-papan iklan yang bertebaran di penjuru kota sebagai hasil kreatifitas justru berubah menjadi “polusi visual” dikarenakan tidak adanya kejelasan aturan dan ketegasan dari pemerintah. Karena itulah perlunya para praktisi, akademisi dan pemerintah menjalin sebuah sinergi yang solid dalam merumuskan berbagai kebijakan agar hasilnya nanti dapat bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Pak Sabana menilai bahwa kota Bandung cukup potensial untuk dikembangkan menjadi kota yang berbasiskan kreatifitas. Karena Bandung telah memiliki SDM yang berkualitas (talent) dan masyarakat yang toleran terhadap perubahan yang positif (tolerance). Dan semua itu perlu didukung oleh aturan dan regulasi yang mampu mengakomodir energi kreatifitas yang ada.
Dari komunitas kreatif diwakili oleh Fiki dari Kreative Independent Clothing Kompany (KICK). Fiki memaparkan tentang pertumbuhan industri kreatif di Bandung khususnya di bisnis clothing (pakaian jadi) dan distro (distribution outlet). Pada tahun 1997 kota Bandung hanya memiliki 5 buah distro. Tahun 2008 Bandung memiliki 300 distro dan mampu menyerap 300.000 tenaga kerja. Kemudian relasi dengan pemerintah sudah mulai terbangun melalui event KICK FEST yang rutin digelar setiap tahun. KICK FEST terakhir mampu mencetak nilai transaksi sebesar 400 miliar rupiah. Hal itu harus dipertahankan dengan cara pihak pemerintah mampu menyediakan fasilitas publik yang dapat diakses dengan mudah sehingga dapat dijadikan ajang berkreasi dan penyaluran ekspresi anak muda di Bandung. Karena pada dasarnya industri kreatif di bidang clothing dan distro di Bandung berawal dari kultur dan gaya hidup anak muda di kota Bandung yang mempunyai idealisme dan sarat dengan energi kreatif. Misalnya dari bidang musik dan olahraga yang selama ini sarana dan prasarananya dianggap sudah tidak mampu mengakomodir kegiatan kreatif di kota Bandung.
Dari kalangan praktisi teknologi diwakili oleh Setijadi Prihatmanto dari Sekolah Tehnik Elektro dan Informatika ITB yang memaparkan tentang perlunya dibangun sebuah pola kemitraan yang sejalan antara pelaku industri kreatif dengan praktisi teknologi. Karena bagaimanapun kreatifitas dan teknologi adalah sebuah proses yang harus selalu berjalan seiring. Apalagi di era globalisasi seperti sekarang dimana jarak dan waktu bukan lagi menjadi hambatan bagi dinamika pergerakan ekonomi global. Contohnya industri games dan software yang pasti akan selalu membutuhkan sentuhan pengembangan estetika dari para praktisi seni rupa dan desain. Begitu juga sebaliknya para pelaku industri kreatif juga dituntut mampu mengikuti pekembangan teknologi. Apalagi di era internet sekarang dimana pada akhirnya banyak melahirkan media-media baru untuk dijadikan sarana berekspresi untuk berkesenian (new media art) dan media komunikasi dan informasi berbasiskan internet (new media journalism).
Selain diskusi panel, Open house ITB 2008, juga menggelar berbagai acara lainnya. Diantaranya pameran foto, workshop film, dan pameran pendidikan yang menampilkan stand-stand tiap fakultas yang ada di ITB lengkap dengan konsultasi dan presentasi tiap fakultas.
Preview
Dari artikel di atas dapat diketahui bahwa pemerintah lewat institusi pendidikan memaparkan tentang industri kreatif, memberi penyuluhan kepada masyarakat Bandung agar lebih memajukan industri kreatif di kota kembang itu. Beberapa poin dari artikel di atas sbb :
1. Semakin menekankan ITB sebagai institusi untuk menjadi perguruan tinggi berbasis kreativitas
2. Hambatan-hambatan yang membuat industri kreatif sulit berkembang.
3. Kontribusi ITB untuk kemajuan industri kreatif di Bandung
4. Produk-produk industri kreatif tidak hanya mementingkan aspek estetika saja, namun juga harus memperhatikan aspek lingkungan hidup
5. Kontribusi KICK FEST dalam kemajuan industri distro di Bandung
Dari sini bisa kita lihat bahwa pemerintah lewat ITB, berusaha meningkatkan industri kreatif di Bandung. Kemudian dengan komitmen bahwa produk-produk industri kreatif juga harus memperhatikan aspek lingkungan hidup. Lanjut lagi ke arah prestasi. Bandung yang semula hanya mempunyai 5 distro, namun pada tahun 2008 meningkat menjadi 300. Hal ini membuktikan kenaikan kesejahteraan masyarakat seiring dengan kenaikan jumlah distro juga meraup banyak tenaga kerja.
Potensi Limbah Pemilu Sebagai Bahan Baku Industri Kreatif
Kamis tepatnya tanggal 9 April 2009, merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia dalam menentukan wakilnya di Negara Indonesia tercinta ini. Pemilihan umum (pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945. Pemilu 2009 akan memilih wakil rakyat dari DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten dengan cara mencontreng salah satu nama Calon Legislatif (caleg) ataupun gambar Partai Politik (parpol).
Kurang lebih sekitar 11.000 caleg dan 38 parpo nasional serta 4 parpol lokal Aceh meramaikan proses pemilu 2009, pelan tapi pasti dinamika pemilu semakin terasa. Salah satu bukti dan indikasi terhadap proses pemilu tersebut adalah semakin maraknya atribut caleg dan Atribut pemilu di hampir seluruh wilayah. Baliho, spanduk, bendera, hingga umbul-umbul banyak terpasang dari trotoar jalan, pohon, sarana umum, pedesaan, daerah pegunungan, hingga kota-kota besar di Indonesia. Peran media komunikasi massa seperti iklan TV, koran hingga internet semakin memeriahkan proses pemilu 2009. Dana yang dikeluarkan dalam belanja iklan parpol dan caleg sepanjang tahun 2008 tersebut adalah sebesar Rp.2,2 triliun triliun atau naik 66% dibandingkan tahun 2007. Sebesar Rp 1,31 triliun terserap ke media cetak. Sisanya Rp 862 miliar di televisi dan Rp 86 miliar di majalah (Ferdin, 2009).
Sebagai alat peraga kampanye pemasangan atribut pemilu merupakan hak bagi setiap partai politik, namun pemasangan atribut pemilu tersebut haruslah sesuai dengan UU No. 10 tahun 2008 yang mengatur bahwa kampanye harus berprinsip bertanggung jawab. Salah satu indikasinya adalah pemasangan atribut pemilu harus memperhatikan etika, estetika, kebersihan, keindahan kota, sesuai dengan peraturan peraturan KPU No. 19 tahun 2008.
Telah banyak pihak yang menyoroti permasalahan Atribut pemilu tersebut, namun diantara sekian banyak opini dan evaluasi, masih ada satu aspek yang terlewatkan dari pengamatan, padahal implikasinya cukup mengkhawatirkan. Aspek itu adalah potensi limbah pemilu. Aturan yang ada saat ini hanya mengontrol aspek etika, estetika, kebersihan, dan keindahan, belum menyentuh kelestarian lingkungan. Sisi operasional juga masih sebatas mengatur pemasangan, belum menyertakan bagaimana pemeliharaan hingga pengelolaannya. Partisipasi 38 parpol nasional dan empat partai lokal Aceh semakin membuktikan hadirnya kebebasan demokrasi, meski di sisi lain juga mengkhawatirkan dalam kualitasnya.
Limbah pemilu seperti baliho, spanduk, kertas pemilu hingga umbul-umbul jika dimanfaatkan dan diolah secara benar dapat memberikan nilai tambah dan harga jual yang cukup tinggi bagi usaha industri kretaif nasional, misalnya baliho bekas pemilu dapat dijadikan tas, tempat laptop, kipas, asbak, hingga payung. Pemanfaatan limbah pemilu, membantu didalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar. Limbah pemilu tersebut seringkali dicampakkan bahkan dibiarkan berserakan di jalanan, tetapi dengan sentuhan tangan mampu menjadikan limbah pemilu tersebut menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis tinggi. Dengan demikian limbah atribut pemilu selain membantu proses pemilu dalam penyebaran informasi, tetapi juga sebagai sumber penghasilan bagi industri kretaif di Indonesia.
Atribut Pemilu Sebagai Media Komunikasi Publik
Peran atribut pemilu (spanduk, baliho, poster, umbul-umbul dan atribut pemilu lainnya) sebagai instrument media, seperti baliho, koran, spanduk, iklan televisi di dalam kehidupan sosial terutama dalam masyarakat modern tidak ada yang menyangkal manfaat dan kegunaannya. Instrument tersebut mampu mempengaruhi orang lain di dalam mengambil keputusan dan tindakan (Berlo dalam Istiono, 2009). Menurut Mcquail (2000), pada hakekatnya, terdapat enam perspektif dalam hal melihat peran media termasuk atribut pemilu, yaitu: melihat sebagai window on event and experience, media juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society and the world, implying a faithful reflection, sebagai filter, atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak, media sebagai guide, media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak.
Dalam konteks politik terutama dalam kesuksesan pemilihan umum, maka Atribut pemilu diharapkan juga mampu melakukan pendidikan politik bagi rakyat. Setidaknya mampu berperan dalam politik masyarakat yaitu penambahan informasi tentang pemilu, mempengarui perilaku memilih, sehingga akan berdampak pada sistem politik yang berjalan. Selain itu, menjadi sarana bagi sosialisasi program-program dari kandidat pemimpin, sarana untuk menmberitakan sepak terjang kandidiat sehingga diharapakan masyarakat mempunyai penilaian dan tidak salah pilih terhadap kandidat pemimpin.
Atribut Pemilu Sebagai Limbah Pemilu
Setelah keputusan mahkamah konstitusi tentang suara terbanyak, kompetisi antar caleg dan partai semakin terbuka. Semakin banyaknya partai politik peserta pemilu 38 parpol nasional dan empat partai lokal Aceh meyakinkan hadirnya kebebasan dalam berdemokrasi, meski di sisi lain juga mengkhawatirkan dalam kualitasnya. Jumlah Atribut pemilu dan caleg yang banyak adalah dampak dari demokrasi tersebut. Sebagai gambaran, jika diasumsikan satu caleg memasang 1.00 baliho di daerah pilih (dapil) maka akan terpasang sekitar 3.800 baliho se-dapil. Seandainya tiap dapil diwakili oleh 5 orang kandidat per partai maka akan ada sekitar 19.000 baliho se-dapil. Jika 1 baliho seharga Rp.400.000, maka total uang yang ada adalah Rp. 7,6 miliar untuk satu daerah pemilihan. Jumlah kecamatan di Indonesia sebanyak 5.300 kecamatan maka dana untuk baliho saja sebesar Rp.40,2 triliun.
Jika baliho tersebut dipasang di dipasang di kanan-kiri jalan dengan jarak 5 meter, maka dibutuhkan jalan sepanjang 47,5 kilometer untuk bisa menampungnya. Kondisi ini seakan menjadi keadaan atribut yang kacau. Ditambah masing-masing parpol berebut ruang strategis dan dibatasi pula tempat yang boleh dipasang oleh peraturan daerah. Tidak saja antar caleg yang berkompetisi tetapi antar parpol juga melakukan hal yang sama. Menjadi lebih spektakuler jika parpol dan caleg memasang lagi 1.000 rontek atau umbul-umbul, menyebarkan 10.000 kaus, 10.000 leaflet, 1.000 stiker, dan lainnya. Selain Atribut pemilu juga akan ada surat suara pemungutan. Dengan setiap pemilih mendapat empat jenis surat suara ditambah cadangan 2 persen, daftar pemilih tetap di Bogor yang mencapai 1 juta jiwa membutuhkan minimal 4.080.000 lembar surat suara. Seluruh produk pemilu itu adalah potensi limbah yang tentu membahayakan lingkungan jika tanpa pengelolaan. Namun sampai saat ini masih banyak parpol dan caleg parpol yang tidak memperhatikan pemasangan atribut pemilu dengan mengedepankan etika, estetika, kebersihan, keindahan kota, dan kawasan sekitar sesuai dengan peraturan peraturan KPU No. 19 tahun 2008. Bisa diperkirakan bahwa setelah masa kampanye selesai, atribut pemilu parpol dan caleg banyak yang tidak dibersihkan dan dibiarkan begitu saja. Tentunya atribut pemilu tersebut akan menjadi limbah.
Berdasarkan bahannya, secara umum terdapat potensi limbah pemilu berupa kertas, kain, dan plastik. Kebanyakan atribut adalah berbahan plastik. Atribut, seperti baliho atau banner spanduk, yang diproses dengan digital printing menggunakan bahan dasar plastik polietilena dan polipropilena. Oleh sebab itu, diperlukan upaya dalam mengatasi limbah pemilu ini untuk dapat dimanfaatkan kembali.
Hal yang perlu diwaspadai, bahwa bahan plastik tidak ramah lingkungan karena tidak bisa terurai oleh alam. Dalam kadar dan kondisi tertentu plastik juga berbahaya. Limbah plastik ini akan terurai lagi dengan lama waktu 10 sampai 100 tahun kemudian. Dengan memanfaatkan atribut pemilu, membantu di dalam ikut menjaga lingkungan dari limbah berbahaya. Pemeliharaan yang dilakukan oleh parpol menjadi bentuk pembuktian dan jurus kampanye tersendiri tentang kepeduliannya terhadap kelestarian lingkungan. Bahkan, jika cerdas mengelolanya dapat menjadi bagian pendekatan parpol kepada masyarakat melalui pemberdayaan pemanfaatan limbah. Selain manfaat bagi parpol, pemanfaatan limbah pemilu mampu menghasilkan produk kreatif seperti, tas, payung, tempat pensil, tempat laptop, hingga kipas yang bernilai ekonomis tinggi.
Produk Kreatif dari Limbah Atribut Pemilu
Berdasarkan bahannya, secara umum terdapat potensi limbah pemilu berupa kertas, kain, dan plastik. Atribut, seperti baliho atau banner spanduk, yang diproses dengan digital printing menggunakan bahan dasar plastik polietilena dan polipropilena. Plastik dan limbah atribut pemilu lainnya dapat dimanfaatkan menjadi produk kreatif yang bernilai tinggi. Produk kreatif dari atribut pemilu merupakan barang baru yang masih belum banyak orang meliriknya. Namun, dengan potensi yang dimiliki membuat produk dari atribut pemilu menjadi layak.
Limbah pemilu yang dapat digunakan sebagai produk kreatif antara lain adalah baliho, spanduk, umbul-umbul hingga banner. Setelah selesai putaran kampanye semua partai, maka seluruh atribut parpol dan caleg dicabut dari tempat-tempat umum, tetapi kenyataannya masih banyak parpol dan caleg yang belum mencabut atribut kampanye mereka. Ada dua kemungkinan mengapa atribut mereka tidak dicabut. Pertama karena mereka malas, alias lebih rela mengeluarkan uang dari pada harus mencabutnya kembali dan alasan kedua adalah sengaja dibiarkan hingga pemilihan umum berlangsung dengan asumsi masyarakat dapat lebih lama mengenal mereka ketimbang harus dicabut sesuai jadwal KPU.
Limbah atribut pemilu yang masih terpasang di pingiran jalan dan fasilitas umum tentunya semakin kurang bagus estetika kota. Oleh sebab itu, jika atribut partai yang tidak terpakai tersebut dikumpulkan dengan asumsi 50 baliho yang tidak dicabut dan dibiarkan begitu saja maka akan ada 9.500 baliho berserakan di jalan dengan total uang Rp. 3.8 miliar untuk setiap dapil. Untuk itu jika baliho tersebut dimanfaatkan kembali dengan asumsi 1 baliho dapat dijadikan 5-6 buah tas dengan harga Rp. 70.000 sampai Rp.80.000 maka pendapatan dari penjualan produk kreatif tas pemilu adalah Rp.3,3 miliar sampai Rp. 4,5 miliar. Dengan angka tersebut menunjukan industri dan produk kreatif atribut pemilu sangat menjanjikan.
Pengelolaan limbah pemilu dalam mencipatak produk kreatif haruslah menjadi kepedulian antara pemerintah, masyarakat juga papol dan caleg peserta pemilu, dan instansi terkait, kesemuanya perlu suatu sinergi dalam memajukan industry kreatif ini. Industri kreatif limbah pemilu perlu ditopang oleh dukungan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Peminjaman modal usaha dengan kredit usaha lunak, serta dalam memasarkan produk kratif tersebut ke pasar domestik maupun ekspor. Pemerintahlah yang diharapkan dapat berinisiatif dan mengoordinasikan secara aktif. Pemerintah juga haruslah bersinergi antar lintas instansi, misal antara Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda), Dinas Kesehatan, KPU, Satpol PP, Panwaslu, dan lainnya. Sebagai pihak penyelenggara pemilu, maka tepat kiranya jika KPU bisa mengoordinasikan antara instansi, parpol, dan pihak lain yang terkait dan peduli. Dengan demikian, atribut-atribut yang tidak terpakai lagi dan tidak termanfaatkan dapat ditangani secara tepat dan bermanfaat. Peran yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan masyarakat dalam manajemen sumberdaya manusia pada produk industri kreatif ini.
Review
Seperti yang dipaparkan di atas, produk-produk itu seperti tas, Kipas, asbak, tempat laptop dsb. Dari pembuatan produk-produk yang dihasilkan dari Limbah Pemilu kemarin, sebetulnya jika produk-produk itu dibuat dapat meraup keuntungan yang lumayan.
Rumah pemerintah sangat diperlkukan disini sebagai pembantu bagi para UKM setempat untuk mengolah Limbah Pemilu sebagai produk-produk kreatif. Dan pemerintah juga harus mempunyai kerjasama dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda), Dinas Kesehatan, KPU, Satpol PP, dan Panwaslu agar target Pengolahan Limbah Pemilu ini menjadi maksimal. Mengingat ganyaknya tenaga kerja yang akan diserap sektor ini dan keuntungan yang diraih, maka tak ada salahnya pemerintah menggiatkan sektor ini.
Sekedar informasi tambahan, ada 14 sektor industri kreatif yaitu:
1. Periklanan
2. Arsitektur
3. Pasar barang seni
4. Kerajinan
5. Desain
6. Fashion
7. Video, Film, Fotografi
8. Games
9. Musik
10. Seni Pertunjukan
11. Penerbitan & Percetakan
12. Software
13. TV & Radio
14. R & D (Research and Development)
Menurut ke-14 sektor di atas, pemanfaatan limbah pemilu masuk dalam kategori percetakan.
14 SUB-SEKTOR INDUSTRI KREATIF
(1) Periklanan (advertising): kegiatan kreatif yang berkaitan jasa periklanan (komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu). Meliputi proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya riset pasar, perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik. Selain itu, tampilan iklan di media cetak (surat kabar, majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur dan reklame sejenis, distribusi dan delivery advertising materials atau samples, serta penyewaan kolom untuk iklan.
(2) Arsitektur: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan desain bangunan secara menyeluruh baik dari level makro (town planning, urban design, landscape architecture) sampai level mikro (detail konstruksi). Misalnya arsitektur taman, perencanaan
(3) Pasar Barang Seni: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan, dan internet, meliputi barang-barang musik, percetakan, kerajinan, automobile, dan film.
(4) Kerajinan (craft): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai proses penyelesaian produknya. Antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca, perselin, kain, marmer, tanah liat, dan kapur. Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil (bukan produksi massal).
(5) Desain: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa
pengepakan.
(6) Fesyen (fashion): kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen,serta distribusi produk fesyen.
(7) Video, Film dan Fotografi: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi film.
(8) Permainan Interaktif (game): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Subsektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi.
(9) Musik: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komposisi, pertunjukan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara.
(10) Seni Pertunjukan (showbiz): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukan. Misalnya, (pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera, termasuk tur musik etnik), desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan.
(11) Penerbitan dan Percetakan: kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga mencakup penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro,
(12) Layanan Komputer dan Piranti Lunak (software): kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengolahan data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk perawatannya.
(13) Televisi & Radio (broadcasting): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran radio dan televisi.
(14) Riset dan Pengembangan (R&D): kegiatan kreatif terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi serta penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Termasuk yang berkaitan dengan humaniora seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, dan seni serta jasa konsultansi bisnis dan manajemen.
Sumber: Departemen Perdagangan
Pemerintah Susun Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah segera menyusun program aksi pengembangan ekonomi kreatif yang ditargetkan bisa memberi sumbangan sekitar 7-8 persen terhadap PDB pada 2015.
"Pada Pekan Produk Budaya Indonesia (PPBI) yang kedua nanti kami akan fokus membahas program aksi untuk mencapai target itu," kata Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, potensi industri kreatif di Indonesia sangat besar mengingat kekayaan budaya yang beragam. Selama ini, kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB telah mencapai 6,4 persen.
"Kontribusi ekspor produk industri kreatif selama ini telah mencapai 10 persen. Tapi itu ditambah ekspor fesyen secara keseluruhan termasuk yang diproduksi secara massal," jelasnya.
Mendag menjelaskan pada PPBI ke-2 yang digelar pada 4-8 Juni 2008 nanti akan diluncurkan cetak biru pengembangan ekonomi kreatif hingga 2025.
"Secara umum kami telah diidentifikasi lima permasalahan utama yang menjadi pokok perhatian dalam rencana pengembangan industri kreatif untuk pencapaian target tahap pertama pada 2015," ungkap Mendag.
Lebih lanjut ia menjelaskan permasalahan dalam industri kreatif adalah kurangnya jumlah dan kualitas sumber daya manusia sehingga harus dikembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan yang bisa melahirkan pelaku industri kreatif.
Masalah kedua adalah pengembangan iklim kondusif untuk memulai dan menjalankan usaha industri kreatif yang meliputi sistem administrasi negara, kebijakan dan peraturan serta infrastruktur yang diharapkan dapat dibuat kondusif bagi perkembangan industri kreatif.
Masalah ketiga, lanjut Mendag, mengenai penghargaan terhadap pelaku industri kreatif baik secara finansial maupun nonfinansial.
Masalah lain yang teridentifikasi adalah upaya percepatan tumbuhnya teknologi informasi dan komunikasi yang terkait erat dengan pengembangan akses pasar dan inovasi dalam industri kreatif.
Ekonomi kreatif bertumpu pada 14 subsektor industri kreatif yaitu periklanan, penerbitan dan percetakan, TV dan radio, film, video dan fotografi, musik, seni pertunjukan, arsitektur, desain, fesyen, kerajinan, pasar barang seni, permainan interaktif, layanan komputer dan piranti lunak serta penelitian dan pengembangan.
Persentase kontribusi PDBB sub sektor industri kreatif pada 2006 didominasi oleh fesyen sebesar 43,71 persen atau senilai Rp45,8 triliun, kerajinan sebesar 25,51 persen atau senilai Rp26,7 triliun, periklanan sebesar 7,93 persen atau senilai Rp8,3 triliun.
Selama 2002-2006, industri kreatif menyerap sekitar 5,4 juta pekerja dan menyumbang Rp81,5 triliun atau 9,13 persen terhadap total ekspor nasional. Selama ini sumbangan ekonomi kreatif pada PDB sebesar 6,4 persen. (*)